Tantangan Ekonomi Lampung: Aktivitas Ekonomi Tinggi, Pendapatan Daerah Rendah

Tantangan Ekonomi Lampung: Aktivitas Ekonomi Tinggi, Pendapatan Daerah Rendah
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal/ Foto Ist

LAMPUNGKU.ID, JAKARTA Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menyoroti berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi Provinsi Lampung saat menghadiri Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Selasa (29/4/2025). 

Salah satu poin utama yang ia sampaikan adalah upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dianggap cukup menantang.

Menurut Mirza, meskipun aktivitas ekonomi di Lampung terbilang cukup hidup, pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut tidak pernah melampaui rata-rata nasional. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih terendah di Sumatera dan angka pengangguran semakin bertambah. 

Namun demikian, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Lampung berada pada urutan keempat se-Sumatera.

"Jika dibandingkan, rasio Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan jumlah penduduk Lampung menjadi yang paling rendah di Sumatera," ujar Mirza. Meski Lampung kaya akan produk pangan unggulan, hal ini belum mampu mendongkrak PAD secara signifikan. Total APBD se-Lampung sebesar Rp32 triliun, namun PAD hanya sekitar 6 persen. Provinsi Lampung sendiri, dari total APBD sebesar Rp8,3 triliun, 59 persennya berasal dari PAD.

Mirza menambahkan bahwa dari 10 atau 11 kabupaten/kota di Lampung, PAD-nya di bawah 10 persen, bahkan ada yang hanya 3 persen. Ia menjelaskan, "Ada satu kabupaten yang belanja pegawainya mencapai 80 persen dari APBD. Jika pembelanjaan seperti ini dilanjutkan, belanja modal tidak bisa dilakukan."

Mirza mengungkapkan bahwa selama ini Lampung bergantung pada Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU), yang sudah berlangsung bertahun-tahun. "Dengan anggaran belanja daerah Rp7,5 triliun dan belanja modal yang hanya Rp1,2 triliun, kami harus melayani 9,4 juta penduduk dan memelihara 1.700 km jalan,"ungkapnya.

Permasalahan serupa terlihat di salah satu kabupaten, di mana hanya ada anggaran Rp30 miliar untuk pembangunan jalan sepanjang 2.400 km, mengingat mayoritas dana habis untuk belanja pegawai.

Selain itu, Mirza menyoroti kurangnya kontribusi dari sektor tambang meski aktivitas pengiriman batu bara dari PT Bukit Asam melalui Pelindo cukup tinggi. "Kami tidak memperoleh apa-apa kecuali CSR," keluhnya.

Mirza mengakui hingga saat ini pihaknya belum menemukan solusi untuk meningkatkan PAD, terutama dari sektor yang potensial seperti pertambangan yang saat ini tidak dimiliki Lampung. 

Dengan berbagai tantangan tersebut, Mirza berharap adanya upaya lebih dalam peningkatan efisiensi anggaran serta pencarian potensi PAD baru di masa depan. Gubernur juga menggarisbawahi pentingnya dukungan dari pemerintah pusat untuk mendorong pembangunan yang lebih merata di Lampung.(*)