Pajak Tinggi Ancam Media Lokal: PWI Lampung Desak Afirmasi Pemerintah

Pajak Tinggi Ancam Media Lokal: PWI Lampung Desak Afirmasi Pemerintah
PWI Lampung Angkat Bicara, Pajak 15% Membunuh Perusahaan Pers

LAMPUNGKU.ID, BANDAR LAMPUNG Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung menutup rangkaian Pekan Pendidikan Wartawan dengan diskusi bertema "Pajak Menekan, Media Sulit Bertahan" di Swiss-Belhotel, Jumat (21/11/2025). Diskusi ini menjadi puncak acara yang telah berlangsung sejak 17 November 2025.

Ketua PWI Lampung, Wirahadikusumah, menjelaskan bahwa Pekan Pendidikan Wartawan dibuka dengan diskusi mengenai tantangan integritas wartawan di era kecerdasan buatan (AI), dilanjutkan dengan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kewartawanan serta Uji Kompetensi Wartawan (UKW) XXXVI PWI Lampung.

"Hari ini adalah puncak dari kegiatan yang berkolaborasi dengan perusahaan pers. Intinya, kami membahas bagaimana nasib kami yang kini tengah diguncang badai disrupsi digital," ujar Wira.

Wira mengungkapkan keprihatinannya mengenai beban pajak yang sama antara perusahaan pers dan perusahaan besar. "Pajak yang diterapkan mencapai 15 persen dari pendapatan. Artinya, jika kami mendapatkan Rp100 juta, maka kami harus mengeluarkan Rp15 juta untuk negara. Jumlah ini bisa untuk menggaji lima wartawan di Lampung," jelasnya.

Ia juga menyoroti kewajiban pengajuan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang mengharuskan pelaporan bulanan dengan denda Rp500 ribu jika terlambat.

Wira berharap pemerintah dapat memberikan afirmasi bagi perusahaan pers melalui Kementerian Keuangan.

"Kenapa di Indonesia yang katanya negara demokrasi, justru memberikan kebijakan yang memberatkan perusahaan pers?" tanyanya. Ia berharap diskusi ini menghasilkan rekomendasi yang dapat disampaikan kepada pemerintah pusat.

Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, mengakui bahwa tema diskusi ini "menampar halus" semua pihak. "Ada persoalan serius yang perlu kita bicarakan secara terbuka dan jujur," katanya.

Marindo menekankan pentingnya media sebagai pilar demokrasi dan perlunya keseimbangan antara penerimaan pajak negara dan keberlangsungan media.

"Saya menyadari bahwa banyak media, terutama media lokal, sedang berjuang keras menghadapi tekanan finansial. Mulai dari perubahan pola bisnis, persaingan digital, sampai regulasi yang kadang belum sepenuhnya adaptif terhadap dinamika di lapangan," tuturnya.

Ia menambahkan, "Kami memahami bahwa ketika media kesulitan bertahan, dampaknya bukan hanya pada perusahaan medianya, tetapi juga pada kualitas informasi yang diterima masyarakat."

Marindo berharap diskusi ini menghasilkan gagasan konstruktif yang dapat ditindaklanjuti bersama antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, organisasi profesi media, dan pelaku industri.

"Kita ingin Lampung menjadi daerah yang komunikatif, transparan, dan didukung oleh media yang kokoh serta profesional," pungkasnya.(*)