Antara Harapan dan Sertifikat: Kisah Sengketa Lahan di Lampung Timur yang Tak Kunjung Usai

LAMPUNGKU.ID, LAMPUNG TIMUR Perjuangan panjang warga Desa Sri Pendowo, Lampung Timur, untuk mendapatkan kejelasan status tanah mereka terus berlanjut. Sejak tahun 1963, masyarakat yang menggarap tanah tersebut selama beberapa generasi ini berharap hak atas lahan yang mereka tanami diakui secara hukum.
Suparjo, koordinator aksi petani dari desa tersebut, mengungkapkan bahwa tanah yang mereka garap bukan atas nama mereka, tetapi mereka telah mengusahakannya sejak lama.
Ia menyebutkan bahwa tanah tersebut pernah digunakan dalam program penghijauan dan penanaman tumpang sari. Meskipun demikian, rakyat desa ini tetap menunggu pengakuan resmi dari pemerintah agar status tanah mereka bisa dipastikan dan tidak menjadi sengketa di kemudian hari.
“Mereka berharap pemerintah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat meninjau ulang status tanah ini secara adil, dengan mempertimbangkan pengalaman panjang kami sebagai penggarap,” ujar Suparjo. Rabu, (21/5/2025) di Aula Kantor Bupati Lampung Timur.
Namun, muncul pertanyaan besar terkait sertifikat resmi yang diterbitkan oleh BPN Lampung Timur pada 12 Juni 2021. Sertifikat tersebut menjadi sorotan setelah banyak yang mempertanyakan keabsahan dokumen tersebut.
Kepala BPN Lampung Timur, Maslih Caniago, menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat mengikuti prosedur yang berlaku, termasuk pemeriksaan berkas-berkas yang ada.
Ia mengungkapkan bahwa sebagian besar dokumen dasar penerbitan sertifikat berasal dari surat yang ditandatangani oleh kepala desa lama.
“Kami ingatkan bahwa keabsahan surat tersebut tidak mutlak. Jika ditemukan bukti kuat bahwa penerbitan sertifikat ini tidak sesuai prosedur, kami akan melakukan peninjauan kembali,” tegas Caniago.
Ia menambahkan, bahwa BPN tidak memiliki kewenangan memutuskan keabsahan surat secara langsung, karena hal tersebut merupakan ranah hukum yang harus diselesaikan melalui jalur pengadilan.
Saat ini, dari data yang tercatat, terdapat 177 buku sertifikat dengan total luas 372 hektar tanah yang harus diverifikasi dan diklarifikasi secara transparan dan sesuai ketentuan hukum.
Masyarakat berharap agar proses ini dapat dilakukan secara adil dan terbuka agar keadilan benar-benar dirasakan oleh seluruh pihak.(*)