Nasib Buruh Pencabut Singkong: Antara Demo dan Sengsara Petani

Nasib Buruh Pencabut Singkong: Antara Demo dan Sengsara Petani
Foto Buruh Cabut Singkong

LAMPUNGKU.ID, LAMPUNG TIMUR Kisah Kang Sarli dan rekan-rekannya menggambarkan realita pahit yang dialami para buruh pencabut singkong di tengah gejolak sosial dan ekonomi.  

Demo yang seharusnya memperjuangkan hak-hak petani, ironisnya malah berdampak negatif bagi mereka yang berada di lapisan paling bawah rantai produksi. Ketidakpastian hasil panen akibat penolakan singkong busuk di pabrik, memaksa para buruh ini menghadapi kesulitan ekonomi yang semakin menekan.  

Kehilangan pendapatan bukan hanya merugikan mereka secara pribadi, tetapi juga berdampak pada warung makan Mbak Jaitun yang menjadi saksi bisu penderitaan ini.

Cerita ini bukanlah sekadar keluhan, melainkan potret nyata bagaimana kebijakan dan gejolak sosial dapat berdampak langsung pada kehidupan masyarakat di level akar rumput.  

Sistem yang seharusnya melindungi petani dan buruh, justru meninggalkan mereka dalam ketidakpastian dan kesulitan.  

Pertanyaan yang muncul adalah, siapakah yang bertanggung jawab atas nasib para buruh pencabut singkong ini? Apakah demo yang terjadi sudah memberikan dampak positif yang seimbang, ataukah justru menciptakan permasalahan baru?  

Pemerintah perlu menaruh perhatian serius terhadap permasalahan ini. Regulasi yang tepat, peningkatan infrastruktur penunjang, serta dukungan terhadap pengembangan usaha petani singkong, sangat dibutuhkan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam rantai produksi.  

Jangan sampai semangat perubahan sosial justru menelantarkan mereka yang paling membutuhkan perlindungan.  

Kisah ini menjadi pengingat bahwa pembangunan ekonomi yang berkelanjutan harus berpihak pada rakyat kecil dan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan berbagai kelompok masyarakat.(*)