Ketua KPU RI Sandang Gelar Adat Lampung, Tuan Suttan Pemimpin

Dalam prosesi yang sarat makna, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, H. Mochammad Afifudin, secara resmi diakui sebagai bagian dari masyarakat adat Lampung, khususnya Marga Buay Selagai. Sabtu (10/5/2025).
Upacara ini berlangsung dalam rangka ritual angkon waghey (angkat saudara) yang dipimpin oleh Rizqie Guntur Pahlawan Randau, tokoh adat tertua di Selagai Nyampir, yang bergelar Suttan Pengiran Siwo Mergo.
Dalam acara yang meriah ini, Afifudin dianugerahi gelar adat Tuan Suttan Pemimpin Negara. Upacara adat yang digelar di tengah masyarakat ini bukan hanya sekadar seremonial; melainkan mencerminkan hubungan yang mendalam antara struktur negara dan tradisi lokal.
Melalui pengangkatan seorang tokoh nasional ke dalam sistem kekerabatan adat, masyarakat Lampung menunjukkan penghormatan terhadap nilai-nilai lokal dan menguatkan relasi sosial serta politik mereka melalui budaya yang telah diwariskan turun-temurun.
Sebelum menerima gelar, Afifudin turut serta dalam tarian igel, sebuah tarian sakral yang melibatkan beberapa tahapan simbolik.
Dengan tangan kosong di awal, tarian ini kemudian melibatkan senjata tradisional seperti keris, pedang, dan tombak, yang ditampilkan bersama H. Noverisman Subing, seorang tokoh adat dari Bandar Mataram. Rangkaian tarian ini tidak hanya menunjukkan transformasi spiritual, tetapi juga kekuatan budaya Lampung sekaligus menjadi syarat untuk legitimasi gelar kehormatan yang diterimanya.
Suttan Pengiran Ratu Sebuay Subing menjelaskan bahwa tradisi angkon waghey didasari oleh tiga alasan penting: adanya kebaikan luar biasa antara kedua pihak, pengakuan atas keilmuan yang seimbang, dan rekonsiliasi setelah konflik. Ketiga alasan ini menyoroti nilai-nilai masyarakat adat Lampung yang kaya, menekankan prinsip keadilan restoratif, pengakuan timbal balik, serta penghormatan terhadap kekuatan spiritual.
Pengangkatan H. Mochammad Afifudin ke dalam keluarga besar Buay Selagai tidak hanya merupakan sebuah peristiwa budaya, tetapi juga menandai pergeseran sosial-politik yang signifikan.
Ini menunjukkan bahwa institusi negara seperti KPU mulai berhubungan lebih erat dengan struktur sosial tradisional. Dalam konteks ini, langkah ini dapat dilihat sebagai strategi kultural untuk membangun legitimasi sosial di tingkat lokal, terutama di wilayah-wilayah dengan tradisi adat yang kuat.
Dengan pengakuan ini, Afifudin kini menjadi contoh nyata bagaimana adat dan negara dapat saling menguatkan melalui pengakuan simbolik dan nilai-nilai kekerabatan yang melintasi batasan struktur. Masyarakat Lampung melihat ini sebagai langkah positif menuju kedekatan antara tradisi dan pemerintahan, memperkokoh identitas serta jalinan sosial yang lebih harmonis di tengah perubahan zaman. (*)