Korupsi Proyek Gerbang Ikon, Mantan Bupati Lampung Timur Ditahan

LAMPUNGKU.ID, BANDAR LAMPUNG Rencana menjadikan gerbang rumah dinas sebagai simbol kebanggaan bagi Lampung Timur justru berbalik menjadi bencana hukum. Mantan Bupati Lampung Timur, M. Dawam Rahardjo, kini resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gerbang rumah dinas Bupati Lampung Timur dengan anggaran tahun 2022.
Penetapan sebagai tersangka dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung pada Kamis (17/4/2025) malam, mengungkap penyelewengan anggaran sebesar Rp6,88 miliar. Selain Dawam, tiga tersangka lainnya turut ditahan yaitu AC alias AGS (Direktur perusahaan penyedia), MDR (ASN serta Pejabat Pembuat Komitmen/PPK), dan SS alias SWN (Direktur perusahaan konsultan pengawas dan perencana).
Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, mengungkap bahwa hasil penyidikan menunjukkan kerugian negara mencapai Rp3,8 miliar. "Dalam penyidikan kasus ini, kami telah memeriksa 36 saksi dan penetapan tersangka didasarkan pada alat bukti yang cukup," tegas Armen.
Pemkab Lampung Timur awalnya berniat membangun landmark baru pada 2021. Dawam Rahardjo, yang saat itu menjabat sebagai Bupati, mendapat inspirasi dari patung ikonik di Lampung dan mengintruksikan pengumpulan perencanaan. Namun, prosedur tidak diikuti dengan baik, desain yang digunakan dicuri dari seorang seniman terkenal asal Bali, memberikan peluang bagi SWN untuk merekayasa proses konsultasi.
MDR, PPK proyek, bersama Dawam, diduga mengubah Kerangka Acuan Kerja (KAK) agar pengerjaan proyek terkesan seperti konstruksi biasa, padahal memerlukan spesialisasi seni dan desain. Manuver ini memastikan perusahaan milik AGS, CV GTA, memenangkan tender meski kemudian proyek disubkontrakkan kepada pihak lain, mengakibatkan penyimpangan dan kerugian signifikan bagi negara.
"Modus operandi yang terstruktur memastikan rencana dari perencanaan hingga pelaksanaan dikendalikan. Perusahaan yang diinginkan pun dititipkan untuk memenangkan tender," terang Armen.
Agar proses hukum berjalan lancar, Kejati Lampung menahan keempat tersangka di Rutan Way Hui, Bandar Lampung, selama 20 hari. Mereka dijerat Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor dan subsidair Pasal 3, dengan ancaman hukuman maksimum 20 tahun penjara.(*)