Ketika Guru 'Tersentuh Duri': Mengapa Santri Membela dengan Cinta

Ketika Guru 'Tersentuh Duri': Mengapa Santri Membela dengan Cinta
Ketua PWI Kabupaten Lampung Timur Muklis, SH.

LAMPUNGKU.ID, LAMPUNG TIMUR Reaksi keras dari kalangan santri, khususnya mereka yang berasal dari lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo, terhadap video yang dianggap merendahkan KH. Anwar Manshur dari TRANS7, memicu berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat. 

Banyak yang mungkin merasa heran, bahkan menuduh santri terlalu berlebihan, anti-kritik, atau bersikap denial. Namun, bagi santri, guru bukan sekadar pengajar, melainkan sosok yang sangat dihormati dan dicintai.

Dalam pandangan santri, guru adalah orang tua jiwa. Ilmu, didikan, perhatian, dan doa yang diberikan guru adalah harta tak ternilai. Kebahagiaan guru adalah kebahagiaan santri, kesedihan guru adalah kesedihan santri, dan ridho guru adalah tujuan utama. 

Cinta dan penghormatan santri pada guru begitu mendalam, sehingga pembelaan terhadap guru adalah sesuatu yang wajar, bahkan wajib.

Analogi Zaid bin Datsinah, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, menjadi gambaran betapa besar cinta santri kepada gurunya. 

Zaid rela mengorbankan dirinya demi keselamatan Nabi, bahkan tidak rela jika Nabi tertusuk duri. Begitu pula santri, mereka tidak rela jika guru mereka direndahkan atau disakiti.

"Demi Allah, kami tidak akan pernah rela guru kami tersentuh duri pun!"

Santri tidak anti-kritik. Mereka diajarkan untuk mengambil hikmah dari siapapun, bahkan dari orang gila sekalipun. Mereka juga terbuka terhadap masukan dan koreksi. 

Namun, ketika kritik berubah menjadi narasi menyesatkan yang merendahkan guru, santri tidak akan tinggal diam. Mereka akan bereaksi untuk membela kehormatan ulama dan kiai.

"Ketika orang yang benar diam saja menyaksikan sebuah kesalahan, maka orang yang salah akan mengira bahwa mereka ada di atas kebenaran"

Oleh karena itu, santri menyerukan untuk menghentikan narasi menyesatkan tentang pondok pesantren, terutama yang berkaitan dengan kiai sepuh. 

Mereka juga mengingatkan media dan influencer untuk tidak membuat konten yang merendahkan pesantren demi popularitas semata.

"Tidak ada santri yang tak tersakiti dan nyantai-nyantai jika gurunya direndahkan dan dihina."

Menyikapi serangan yang bertubi-tubi terhadap pesantren, santri mengajak semua pihak untuk sama-sama berpikir. 

Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, namun mari bersatu untuk menjaga kehormatan ulama dan pesantren. ( Opini dibuat oleh Muklis,SH. Ketua PWI Kabupaten Lampung Timur) (*)